Pada tahun 1915 Albert Einstein
telah mem-perhitungkan bahwa Jagat Raya kita tidak Statis, tapi
mengembang. Sayang sekali kenyataan bahwa Jagat Raya mengembang tersebut
sulit diterima oleh para Kosmolog pada saat itu.
Edwin Huble di Observatorium California Mount Wilson pada
tahun 1929 melihat dengan yakin bahwa galaksi-galaksi di luar Bimasakti
menjauh dari kita dengan kelajuan yang sebanding dengan jarak dari
bumi, artinya semakin jauh suatu galaksi semakin cepat dia menjauh.
Sebuah galaksi berjarak sekitar 10 milyar tahun cahaya akan menjauh
dengan laju 200.000 km/detik atau 0,6 kali laju cahaya dan yang paling
sukar difahami adalah kenyataan bahwa hal ini terjadi pada semua arah!
Laju setinggi itu untuk benda semasif galaksi amat sukar untuk
dijelaskan melalui model-model Jagat Raya yang ada saat itu. Huble
meramalkan bahwa Jagat Raya kita mengembang.
Persoalan ini menjadi jelas ketika seorang kosmolog Belgia LemaitrL
(1931) mengajukan model kosmos yang mengembang. Menurut LemaitrL gerak
galaksi adalah bukti bahwa Jagat Raya mengembang. Akhirnya seorang
fisikawan Rusia Alexander-Friedmenn memutuskan bahwa Jagat Raya kita memang mengembang. Model Jagat Raya yang mengembang ini disebut Friedmenn dengan istilah expanding universe.
Untuk lebih memahaminya, Jagat Raya dapat dianggap sebagai permukaan
balon yang membesar. Karena bagian-bagian di permukaan balon ini saling
memisah sebagai akibat dari pemompaan atau penggelembungan, hal ini
berlaku juga untuk obyek-obyek di ruang angkasa yang saling memisah
sebagai akibat dari terus bertambah luasnya alam semesta.
“Dan langit (singular) itu kami bangun dengan kekuasaan kami, dan sesungguhnya Kamilah yang meluaskannya”.(QS:Adz Dzariyaat 47)
Pada tahun 1940-an George Gamow melahirkan konsep Ledakan Dahsyat Panas (The Hot Big-Bang Model). Konsep ini merupakan kelanjutan dari konsep LemaitrL. Gamow menyatakan bahwa masa dini kosmos ditandai dengan suhu dan rapatan yang amat tinggi, namun kemudian suhu dan rapatan itu menurun seiring dengan gerak muaian alam semesta.
Gamow
berkesimpulan bahwa sekitar 15 milyar tahun yang lalu galaksi-galaksi
di seluruh Jagad-Raya yang diperkirakan ada 100 milyar dan masing-masing
rata-rata berisi 100 milyar bintang itu pada awalnya adalah sesuatu
yang padu yang kemudian meledak dengan sangat dahsyat. Teori Big-Bang
menunjukkan bahwa pada awalnya, semua obyek di Jagat Raya merupakan satu
bagian yang padu dan kemudian mengembang dan terpisah-pisah.
“Dan
tidakkah orang yang kafir itu mengetahui bahwa sesunguhnya langit
(plural) dan bumi itu dulunya sesuatu yang padu, kemudian kami pisahkan
keduanya ..”
(QS: Al-Anbiya' 30)
Jagat Raya yang bertambah luas itu bisa menunjukkan bahwa dulunya Jagat Raya berasal
dari suatu titik. Perhitungan menunjukkan bahwa titik tunggal itu
mengandung materi yang mempunyai volume nol dan kerapatan yang tak
terhingga. Ledakan yang luar biasa dahsyatnya ini menandai awal
dimulainya Jagat Raya. Meluasnya Jagat Raya itu merupakan salah satu
bukti terpenting bahwa Jagat Raya diciptakan dari ketidakadaan.
Tatkala
alam mendingin, karena ekspansinya, sehingga suhunya merendah melewati
1.000 trilyun-trilyun derajat, pada umur 10-35 detik, terjadilah gejala
"lewat dingin". Pada saat pengembunan tersentak, keluarlah energi yang
memanaskan kosmos kembali menjadi 1.000 trilyun-trilyun derajat, dan
seluruh kosmos terdorong membesar dengan kecepatan luar biasa selama
waktu 10-32 detik. Ekspansi yang luar biasa cepatnya ini menimbulkan
kesan seolah-olah alam kita digelembungkan dengan tiupan dahsyat
sehingga ia dikenal sebagai gejala inflasi
Karena
materialisasi dari energi yang tersedia, yang berakibat terhentinya
inflasi, tidak terjadi secara serentak, maka di lokasi-lokasi tertentu
terdapat konsentrasi materi yang merupakan benih galaksi-galaksi yang
tersebar di seluruh kosmos. Jenis materi apa yang muncul pertama-tama di
alam ini tidak seorang pun tahu; namun tatkala umur alam mendekati
seper-seratus sekon, isinya terdiri atas radiasi dan partikel-partikel sub-nuklir.
Pada
saat itu suhu kosmos adalah sekitar 100 milyar derajat dan campuran
partikel dan radiasi yang sangat rapat tetapi bersuhu sangat tinggi itu
lebih menyerupai zat-alir (Fluida) daripada zat padat sehingga para
ilmuwan memberikan nama Cosmos Soup. Antara umur satu detik dan tiga
menit terjadi proses yang dinamakan nukleosintesis; dalam periode ini
atom-atom ringan terbentuk sebagai hasil reaksi fusi-nuklir.
“Kemudian Dia menuju pada penciptaan Langit (singular), dan Langit saat itu berupa Uap, ..”. (QS. Fushshilat: 11).
Sekitar
380.000 tahun setelah Big-Bang, proton dan elektron bergabung membentuk
atom Hidrogen Netral. Jumlah elektron bebas berkurang. Karena partikel
penyebarnya (elektron) berkurang, maka penyebaran cahaya atau radiasi
juga berkurang. Jadi, Jagat Raya sekitar 380.000 tahun setelah Big-Bang
menjadi transparan. Permukaan bola pada jarak 380.000 tahun setelah
Big-Bang disebut “permukaan penyebaran terakhir” atau surface of last scattering.
Kalau
kita melihat ke surface of last scattering (berarti ke masa 380.000
tahun setelah big bang), di balik surface of last scattering tidak dapat
kita lihat karena Jagat Raya waktu itu tidak transparan. Jagat Raya
mulai dari surface of last scattering hingga kita transparan. Dari
surface of last scattering itu kita melihat radiasi yang berasal dari
Big-Bang yang dikenal sebagai latar belakang gelombang mikrokosmik atau
Cosmic Microwave Background disingkat CMB.
Pada tahun 1948, ahli astrofisika kelahiran Rusia, George Gamow,
mengemukakan bila kita melihat cukup jauh ke alam semesta, maka kita
akan melihat radiasi latar belakang sisa dari Big-Bang. Gamow menghitung
bahwa setelah menempuh jarak yang sangat jauh, radiasi itu akan
teramati dari Bumi sebagai radiasi gelombang mikro.
Pada tahun 1965, Arno Penzias dan Robert Wilson
sedang mencoba antena telekomunikasi milik Bell Telephone Laboratory di
Holmdel, New Jersey. Mereka dipusingkan oleh adanya desis latar
belakang yang mengganggu. Mereka mengecek antena mereka, membersihkan
dari tahi burung, tetapi desis itu tetap ada. Mereka belum menyadari
desis yang mereka dengar itu berasal dari tepi Jagat Raya. Penzias dan
Wilson menelepon astronom radio Robert Dicke
di Universitas Princeton untuk minta pendapat bagaimana mengatasi
masalah itu. Dicke segera menyadari apa yang didapat kedua orang itu.
Telaah oleh Dicke dan rekan-rekannya menunjukkan bahwa radiasi itu tidak
lain adalah radiasi sisa masa muda kosmos seperti yang diharapkan
Gamow. Segera setelah itu dua makalah dipublikasikan di Astrophysical
Journal. Satu oleh Penzias dan Wilson yang menguraikan penemuannya, satu
oleh Dicke dan timnya yang memberikan interpretasi. Penzias dan Wilson
memperoleh Hadiah Nobel untuk Fisika pada tahun 1978.
Penemuan CMB itu dikukuhkan oleh satelit Cosmic Background Explorer (COBE)
milik Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA). Pengukuran oleh satelit
Cobe itu menunjukkan temperatur CMB yang hanya 2,725 derajat Kelvin.
Satelit COBE memetakan radiasi itu di segala arah dan ternyata semuanya
uniform sampai ketelitian satu dibanding 10.000. Kalau kita mempunyai
mata yang peka pada CMB, maka langit seperti dilabur putih, sama di
semua arah, mulus sempurna tidak ada noda-nodanya.
Ini
sesuai dengan prinsip dasar kosmologi bahwa Jagat Raya ini isotropik
dan homogen; seragam di semua arah. Yang kita lihat adalah surface of last scattering.
Sedemikian
seragamnya CMB hingga hanya alat yang sangat sensitif dapat melihat
adanya fluktuasi atau ketidakseragaman pada CMB. Untuk itu, NASA telah
meluncurkan satelit antariksanya, Wilkinson Microwave Anisotropy Probe
(WMAP), yang lebih cermat daripada COBE untuk mempelajari fluktuasi itu.
Dengan mempelajari fluktuasi itu, diharapkan kita dapat mengetahui asal
mula galaksi-galaksi dan struktur skala besar Jagat Raya dan mengukur
parameter-parameter penting dari Big-Bang. Radiasi yang menyebar secara
serbasama dan isotropik itu sejauh ini menjadi landasan untuk ketepatan
model Ledakan Dahsyat memaparkan masa muda alam semesta. Maka kosmologi
masa kini pun bertumpu pada model Ledakan Dahsyat sebagai paradigma
utamanya.
Nobel
Fisika 2006 semakin me-ngukuhkan teori Big-Bang. Dua ilmuwan antariksa
AS John C Mather dan George F Smoot meraih penghargaan Nobel Fisika 2006
dengan penemuannya Teori Gelombang Kejut Energi Pasca terjadinya
Big-Bang. sejumlah petunjuk menyangkut bagaimana dan kapan galaksi
pertama terbentuk juga sedikit banyak berhasil diungkap.
Penelitian
mereka mengarah pada radiasi CMB. Ini merupakan gelombang kejut energi
yang dikeluarkan dari ledakan dan masih memancarkan radiasi melintasi
angkasa yang terus berkembang sementara batas-batas semesta meluas.
Radiasi itu memiliki suhu 2,725o K. Dalam kondisi itu, secara perlahan
terbentuklah spektrum elektromagnetik, bernama blackbody yakni pola petunjuk energi dari sebuah benda yang mendingin.
Radiasi
CMB terjadi bersamaan ketika temperatur di jagad raya semakin rendah
yang menciptakan hidrogen atom pada saat 380.000 tahun setelah Big-Bang
terjadi. Proses tersebut pada akhirnya memisahkan materi dan senyawa.
Dari susunan materi tersebut maka terbentuklah Bintang serta Galaksi.
Menurut Prof. Michael Rowan-Robinson, Ketua Royal Astronomical Society
Inggris, bahwa temuan itu berhasil mendemonstrasikan secara tepat
spektrum blackbody dari CMB dan fluktuasi radiasi kosmik dalam permulaan
Jagat Raya.
Wallahu’alam bishowab
Ardian Abu Hanifah
Refferences:
· Achmad Baiquni, Konsep-Konsep Kosmologis
· Karlina Leksono, Dr., M.Sc., Kosmologi: Mengenali Alam Semesta
· Andrei Linde, The Self-Reproducing Inflationary Universe, Scientific American, vol. 271, 1994.
· George Politzer, Principes Fondamentaux de Philosophie, Editions Sociales, Paris 1954
· S. Jaki, Cosmos and Creator, Regnery Gateway, Chicago, 1980.
Sumber : http://yoyonb.multiply.com/journal/item/5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar