SIAPAKAH PENEMU TANGGA
NADA(DOREMIFASOLASIDO) ? SIAPAKAH PELETAK DASAR TEKNOLOGI PESAWAT
TERBANG PERTAMA KALI? KARYA SIAPAKAH YG MENJADI RUJUKAN ASTRONOMI
EROPA? SIAPAKAH PENEMU ANGKA NOL? SIAPAKAH PENEMU ILMU KIMIA? SIAPAKAH
PRIONIR ILMU SOSIAL-POLITIK? SIAPAKAH PENUMU GRAVITASI BUMI?
SIAPAKAH PELOPOR MESIN AIR? SIAPAKAH PENEMU ILMU
ALJABAR:ALGORITMA,TRIGONOMETRI,KALKULUS? SIAPAKAH PELOPOR ILMU
KEDOKTERAN MODERN? SIAPAKAH PENGGAMBAR PETA PERTAMA DI DUNIA?
Orang barat(yg non muslim)? BUKAN, TAPI UMAT ISLAM!
IBN HAITHAM, BAPAK ILMU OPTIK
Abu Ali Muhammad al-Hassan ibnu al-Haitham
(Bahasa Arab:ابو علی، حسن بن حسن بن الهيثم) atau Ibnu Haitham (Basra,965 - Kairo 1039), dikenal dalam kalangan cerdik pandai di Barat, dengan nama Alhazen. Dia lahir di Basrah pada tahun 965 Masehi atau 354 Hijriah. Awal pendidikan didaparkan di Basrah sebelum dilantik menjadi pegawai pemerintah di kota kelahirannya itu. Namun ia tidak sreg dengan kehidupan birokrat. Ia pun memutuskan keluar untuk kemudian merantau ke Ahwaz dan Baghdad. Di perantauan, ia mengasah otaknya dengan beragam ilmu. Kecintaannya kepada ilmu membawanya berhijrah ke Mesir. Di negeri ini, ia melakukan penelitian mengenai aliran dan saluran Sungai Nil serta menyalin buku-buku tentang matematika dan ilmu falak.
(Bahasa Arab:ابو علی، حسن بن حسن بن الهيثم) atau Ibnu Haitham (Basra,965 - Kairo 1039), dikenal dalam kalangan cerdik pandai di Barat, dengan nama Alhazen. Dia lahir di Basrah pada tahun 965 Masehi atau 354 Hijriah. Awal pendidikan didaparkan di Basrah sebelum dilantik menjadi pegawai pemerintah di kota kelahirannya itu. Namun ia tidak sreg dengan kehidupan birokrat. Ia pun memutuskan keluar untuk kemudian merantau ke Ahwaz dan Baghdad. Di perantauan, ia mengasah otaknya dengan beragam ilmu. Kecintaannya kepada ilmu membawanya berhijrah ke Mesir. Di negeri ini, ia melakukan penelitian mengenai aliran dan saluran Sungai Nil serta menyalin buku-buku tentang matematika dan ilmu falak.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan uang tambahan dalam meneruskan
pendidikannya di Universitas al-Azhar. Belajar yang dilakukannya secara
otodidak justru membuatnya menjadi seorang yang mahir dalam bidang
ilmu pengetahuan, ilmu falak, matematika, geometri, pengobatan, dan
filsafat. Tulisannya mengenai mata, telah menjadi salah satu rujukan
penting dalam bidang penelitian sains di Barat. Malahan kajiannya
mengenai pengobatan mata telah menjadi asas bagi kajian dunia modern
mengenai pengobatan mata. enelitiannya mengenai cahaya telah memberikan
ilham kepada ahli sains Barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler
menciptakan mikroskop serta teleskop. Dialah orang pertama yang menulis dan menemukan pelbagai data penting mengenai cahaya.
Beberapa buah buku mengenai cahaya yang ditulisnya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, antaranya adalah Light dan On Twilight Phenomena.
Kajiannya banyak membahas mengenai senja dan lingkaran cahaya di
sekitar bulan dan matahari serta bayang-bayang dan gerhana. Menurut Ibnu
Haitham, cahaya fajar bermula apabila matahari berada di garis 19
derajat ufuk timur. Warna merah pada senja akan hilang apabila matahari
berada di garis 19 derajat ufuk barat. Dalam kajiannya, beliau juga
berjaya menghasilkan kedudukan cahaya seperti bias cahaya dan pembalikan
cahaya.
Ibnu Haitham juga turut melakukan percobaan terhadap kaca yang dibakar dan dari situ tercetuslah teori lensa pembesar.
Teori itu telah digunakan oleh para saintis di Itali untuk
menghasilkan kaca pembesar pertama di dunia. Yang lebih menakjubkan
ialah Ibnu Haitham telah menemukan prinsip isi padu udara sebelum
seorang ilmuwan bernama Tricella mengetahui hal tersebut 500 tahun
kemudian. Ibnu Haitham juga telah menengarai perihal gaya gravitasi
bumi sebelum Issac Newton mengetahuinya. Selain itu, teori Ibnu Haitham
mengenai jiwa manusia sebagai satu rentetan perasaan yang bersambung
secara teratur telah memberikan ilham kepada ilmuwan Barat untuk
menghasilkan tayangan gambar.
Teorinya
telah membawa kepada penemuan film yang kemudiannya disambung-sambung
dan dimainkan pada para penonton sebagaimana yang dapat kita tonton
pada masa kini(BIOSKOP/FILM DI TELEVISI). Selain sains, Ibnu
Haitham juga banyak menulis mengenai filsafat, logika, metafisika, dan
persoalan yang berkaitan dengan keagamaan. Beliau turut menulis ulasan
dan ringkasan terhadap karya-karya sarjana terdahulu. Penulisan
filsafatnya banyak tertumpu kepada aspek kebenaran dalam masalah yang
menjadi pertikaian. Padanya pertikaian mengenai sesuatu perkara bermula
dari pendekatan yang digunakan dalam mengenalinya. Dia juga
berpendapat bahwa kebenaran hanyalah satu. Oleh sebab itu semua
dakwaan kebenaran wajar diragukan dalam menilai semua pandangan yang
ada.
Pandangannya mengenai filsafat amat menarik untuk dikaji hingga saat
ini. Bagi Ibnu Haitham, filsafat tidak dapat dipisahkan dari ilmu
matematika, sains, dan ketuhanan. Ketiga bidang dan cabang ilmu ini
harus dikuasai. Dan untuk menguasainya seseorang perlu menggunakan waktu
mudanya dengan sepenuhnya. Apabila umur makin meningkat, kekuatan
fisikal dan mental akan turut mengalami kemerosotan. Ibnu Haitham
membuktikan dirinya begitu bergairah mencari dan mendalami ilmu
pengetahuan pada usia mudanya. Banyak buku yang dihasilkannya dan masih
menjadi rujukan hingga saat ini.
Di antara buku-bukunya itu adalah Al'Jami' fi Usul al'Hisab yang
mengandung teori-teori ilmu matemetika dan matemetika penganalisaan;
- Kitab al-Tahlil wa al'Tarkib mengenai ilmu geometri;
- Kitab Tahlil ai'masa'il al 'Adadiyah tentang aljabar;
- Maqalah fi Istikhraj Simat al'Qiblah yang mengupas tentang arah kiblat;
- Maqalah fima Tad'u llaih mengenai penggunaan geometri dalam urusan hukum syarak; dan
- Risalah fi Sina'at al-Syi'r mengenai teknik penulisan puisi.
Walaupun menjadi orang
terkenal di zamannya, namun Ibnu Haitham tetap hidup dalam
kesederhanaan. Ia dikenal sebagai orang yang miskin materi tapi kaya
ilmu pengetahuan.
Ref : http://www.republika.co.id/berita/6665.html
AL-KHAWARIZMI, PENEMU ALJABAR ALGORITMA DAN ANGKA NOL
Istilah
algoritma, mungkin bukan sesuatu yang asing bagi kita. Ditinjau dari
asal-usul katanya, kata ‘Algoritma’ mempunyai sejarah yang agak aneh.
Orang hanya menemukan kata Algorism yang berarti proses menghitung
dengan angka Arab. Seseorang dikatakan ‘Algorist’ jika menghitung
menggunakan angka Arab. Para ahli bahasa berusaha menemukan asal kata
ini namun hasilnya kurang memuaskan. Akhirnya para ahli sejarah
matematika menemukan asal kata tersebut yang berasal dari nama penulis
buku Arab terkenal, yaitu Abu Abdullah Muhammad Ibnu Musa Al-Khuwarizmi
dibaca orang barat menjadi ALGORISM. And precisely, Greek mathematicians did not use algebra. It is the arabic word al jabr, introduced for the first time by author al-Khwarizmi, in his book "Kitab al-Jabr". Al-Khwarizmi (780-850), whose name gave "algorithm", lived in Baghdad in the early IXth century. (http://www.bsu.edu/web/cvjones/algbridge/father.htm , http://lapasserelle.com/escem/finance1/02_probabilities/calculus_and_probability.htm)
Definisi Algoritma adalah langkah-langkah logis penyelesaian masalah
yang disusun secara sistematis dan logis. Contoh sederhana adalah
penyusunan sebuah resep makanan, yang biasanya terdapat langkah-langkah
cara memasak masakan tersebut. Tapi, algoritma umumnya digunakan untuk
membuat diagram alur (flowchart) dalam ilmu komputer / informatika.
Penemu konsep Algoritma dan Aljabar:
Penemunya adalah seorang ahli matematika dari uzbekistan yang bernama
Abu Abdullah Muhammad Ibn Musa al-Khwarizmi. Di literatur barat, beliau
lebih terkenal dengan sebutan Algorism. Panggilan inilah yang kemudian
dipakai untuk menyebut konsep algoritma yang ditemukannya. Abu
Abdullah Muhammad Ibn Musa al-Khwarizmi (770-840) lahir di Khwarizm
(Kheva), kota di selatan sungai Oxus (sekarang Uzbekistan) tahun 770
masehi. Kedua orangtuanya kemudian pindah ke sebuah tempat di selatan
kota Baghdad (Irak), ketika ia masih kecil. Khwarizm dikenal sebagai
orang yang memperkenalkan konsep algoritma dalam matematika, konsep
yang diambil dari nama belakangnya.
Al-Khawarizmi menulis buku matematika yang berjudul Hisab Aljabar wal
Muqabala. Buku ini berisi tentang persamaan linear dan kuadrat. Dalam
bukunya ini ia menjelaskan cara menyederhanakan suatu persamaan kuadrat.
In modern notation this process, with 'x' the "thing" (shay') or "root", is given by the steps,
(10 − x)2 = 81x
x2 + 100 = 101x
Let the roots of the equation be 'p' and 'q'. Then
, pq = 100 and
So a root is given by
(http://en.wikipedia.org/wiki/Mu%E1%B8%A5ammad_ibn_M%C5%ABs%C4%81_al-Khw%C4%81rizm%C4%AB)
Buku Hisab Aljabar wal Muqabala ini kemudian diterjemahkan pada
abad ke 12 ke dalam bahasa Latin. Sampai abad ke 16 buku ini digunakan
sebagai buku pegangan para mahasiswa yang belajar matematika di
universitas-universitas di Eropa.
Al
khawarizmi juga adalah penemu dari beberapa cabang ilmu matematika
yang dikenal sebagai astronom dan geografer. Ia adalah salah satu
ilmuwan matematika terbesar yang pernah hidup, dan tulisan-tulisannya
sangat berpengaruh pada jamannya. Teori aljabar juga adalah penemuan
dan buah pikiran Al khwarizmi. Nama aljabar diambil dari bukunya yang
terkenal dengan judul Al Jabr Wa Al Muqabilah. Ia mengembangkan tabel
rincian trigonometri yang memuat fungsi sinus, kosinus dan kotangen
serta konsep diferensiasi.
Pengaruhnya dalam perkembangan matematika, astronomi dan geografi tidak
diragukan lagi dalam catatan sejarah. Pendekatan yang dipakainya
menggunakan pendekatan sistematis dan logis. Dia memadukan pengetahuan
dari Yunani dengan Hindu ditambah idenya sendiri dalam mengembangkan
matematika. Khwarizm mengadopsi penggunaan angka nol, dalam ilmu
aritmetik dan sistem desimal. Beberapa bukunya banyak diterjemahkan
kedalam bahasa latin pada awal abad ke-12, oleh dua orang penerjemah
terkemuka yaitu Adelard Bath dan Gerard Cremona. Risalah-risalah
aritmetikanya, seperti Kitab al-Jam’a wal-Tafreeq bil Hisab al-Hindi,
Algebra, Al-Maqala fi Hisab-al Jabr wa-al-Muqabilah, hanya dikenal dari
translasi berbahasa latin. Buku-buku itu terus dipakai hingga abad
ke-16 sebagai buku pegangan dasar oleh universitas-universitas di
Eropa.
Ref : http://arifperdana.wordpress.com/2007/11/22/ilmuwan-muslim-penemu-konsep-algoritma/
PENEMU ANGKA NOL
Berdasarkan sejarah, angka "nol" berakar dari sejarah matematika di
Babilonia, kemudian beranjak ke Eropa dan Yunani kemudian berlanjut ke
dataran Timur Tengah. Banyak yang mengira bahwa ilmuwan dari Eropa-lah
yang menemukan angka "no" (0) ini. Bukan hanya perihal angka "nol",
tetapi juga ilmu kedokteran, filsafat, matematika, astronomi, dan lain
sebagainya. Eropa hanya meneruskan ilmu-ilmu tersebut dari para
penemunya. Eropa yang meneruskannya dengan cara mengklaim dan mengubah
ajaran-ajaran aslinya. Sehingga, orang-orang Eropa dapat mengatakan
atau mengklaim bahwa keilmuan tersebut berawal dari tanah Eropa.
Kenyataannya? Tidaklah demikian. Penemu angka "nol" ini adalah
seorang muslim, intelektual muslim lebih tepatnya. Ia lahir pada 780 M
di Selatan Amu Darya, Khiva (Irak), Timur Tengah. Sebagai seorang ahli
matematika, geometri, musik, dan sejarah, intelektual muslim yang
memiliki nama lengkap Muhammad bin Musa Al Khawarizmi ini memiliki jasa
dalam bidang matematika modern juga geometric MODERN.
Pria yang menetap di Qutrubulli dan menjadi ilmuwan pada perpustakaan
megah Bayt Al-Hikmah (Rumah Kebijaksanaan) yang didirikan pada abad IX
oleh Khalifah Al Ma’mun ini menyimpan karyanya di bidang matematika
dalam kitab Jama wat Tafriq dan Hisab al-Jabar wal Muqabla. Ia menemukan
angka "nol" (0) dan kemudian diadopsi oleh para ilmuwan Eropa. Selain
itu, dia juga berjasa dalam ilmu ukur sudut melalui fungsi sinus dan
tanget, persamaan linear dan kuadrat serta kalkulasi integrasi
(kalkulus integral). Tabel ukur sudutnya (Tabel Sinus dan Tangent)
adalah yang menjadi rujukan tabel ukur sudut saat ini.
Masyarakat dunia sangat mengenal Leonardo Fibonacci
sebagai ahli matematika aljabar. Namun, dibalik kedigdayaan Leonardo
Fibonacci sebagai ahli matematika aljabar ternyata hasil pemikirannya
sangat dipengaruhi oleh ilmuwan Muslim bernama Muhammad bin Musa Al Khawarizmi. Dia adalah seorang tokoh yang dilahirkan di Khiva (Iraq) pada tahun 780. Jika kaum terpelajar lebih mengenal para ahli matematika Eropa, maka kaum biasa juga mengenal ilmuwan Muslim yang menjadi rujukan para ahli matematika tersebut.
Selain ahli dalam matematika al-Khawarizmi, yang kemudian
menetap di Qutrubulli (sebalah barat Bagdad), juga seorang ahli
geografi, sejarah dan juga musik. Karya-karyanya dalam bidang matematika
dimaktub dalam Kitabul Jama wat Tafriq dan Hisab al-Jabar wal Muqabla. Inilah yang menjadi rujukan para ilmuwan Eropa termasuk Leonardo Fibonacce serta Jacob Florence.
al-Khawarizmi juga seorang ahli ilmu bumi. Karyanya Kitab Surat Al Ard
menggambarkan secara detail bagian-bagian bumi. CA Nallino, penterjemah
karya al-Khawarizmi ke dalam bahasa Latin, menegaskan bahwa tak ada
seorang Eropa pun yang dapat menghasilkan karya seperti al-Khawarizmi
ini. PERANAN DAN SUMBANGAN AL-KHAWARIZMI
Sumbangsihnya dalam bentuk hasil karya diantaranya ialah :
1. Al-Jabr wa’l Muqabalah : beliau telah mencipta pemakaian secans dan tangens dalam penyelidikan trigonometri dan astronomi.
2.Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah : Beliau telah mengajukan
contoh-contoh persoalan matematika dan mengemukakan 800 buah masalah
yang sebagian besar merupakan persoalan yang dikemukakan oleh Neo.
Babylian dalam bentuk dugaan yang telah dibuktikan kebenarannya oleh
al-Khawarizmi.
3.Sistem Nomor : Beliau telah memperkenalkan konsep sifat dan ia
penting dalam sistem Nomor pada zaman sekarang. Karyanya yang satu
ini memuat Cos, Sin dan Tan dalam penyelesaian persamaan trigonometri ,
teorema segitiga sama kaki dan perhitungan luas segitiga, segi empat
dan lingkaran dalam geometri.
Ref: http: Seri Ilmuwan Muslim, Karangan : H.F Rahadian, http://hirumazaki.wordpress.com/2010/04/10/biografi-penemu-angka-nol/ , http://history-our.blogspot.com/2010/10/sejarah-dan-penemu-angka-nol.html
AL-FARGHANI, RUJUKAN ASTRONOM EROPA
Astronomi
merupakan ilmu yang telah lama menjadi objek kajian umat Islam.
Melalui kajian ilmu ini umat Islam mampu mengurai misteri benda-benda
langit dan memberikan sumbangan berharga di dalamnya. Tak heran pula
jika banyak astronom Muslim dan menyumbangkan pemikirannya dalam karya
yang dibukukukan.
Sebagian besar karya mereka pun menjadi rujukan. Tak hanya oleh ilmuwan
semasanya yang juga Muslim namun juga oleh ilmuwan non-Muslim. Buku
karya mereka telah melintasi batas wilayah. Karya mereka tak hanya
dirujuk di negeri asalnya namun juga bangsa-bangsa lainnya, semisal di
Eropa.
Salah satu astronom Muslim yang berhasil menorehkan prestasi gemilang
itu adalah Abu'l-Abbas Ahmad ibn Muhammad ibn Kathir al-Farghani. Pria
yang karib disapa Al-Farghani ini lahir di Farghana. Ia adalah salah
satu astronom yang hidup pada masa pemerintahan khalifah Al-Mamun pada
abad kesembilan dan pewaris pemerintahan selanjutnya.
Pada masa itu pemerintah memang memberikan dukungan bagi berkembangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk kajian astronomi. Bahkan
khalifah membangun sebuah lembaga kajian yang sering disebut sebagai
Akademi Al-Mamun. Al-Farghani merupakan salah satu ilmuwan yang direkrut
untuk bergabung di dalam akademi tersebut. Al-Farghani bersama
astronom lainnya telah menggunakan peralatan kerja yang canggih pada
masanya. Mereka mampu memanfaatkan fasilitas yang ada, hingga mampu
menghitung ukuran bumi, meneropong bintang-bintang dan menerbitkan
berbagai laporan ilmiah.
Dan kemudian Al-Farghani pun mampun menuliskan sebuah karya
astronomi yang di kemudian hari menjadi rujukan banyak orang. Ia
menuliskan Kitab fi al-Harakat al-Samawiya wa Jawami Ilm al-Nujum yang
dalam dialihbahasakan menjadi The Elements of Astronomy. Buku ini
isinya mengenai gerakan celestial dan kajian atas bintang.
Pada abad kedua belas buku ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa
latin dan memberikan pengaruh besar bagi perkembangan astronomi di Eropa
sebelum masa Regiomontanus. Al-Farghani memang mengadopsi teori-teori
Ptolemaeus namun kemudian ia kembangkan lebih lanjut. Hingga akhirnya
ia mampu membentuk teorinya sendiri. Selain itu ia pun kemudian
berhasil menentukan besarnya diameter bumi yang mencapai 6.500 mil.
Al-Farggani menjabarkan pula jarak dan diameter planet lainnya. Ini
merupakan pencapaian yang sangat luar biasa. Tak heran jika buku karya
Al-Farghani tersebut mendapatkan respons yang positif tak hanya oleh
kalangan Muslim juga ilmuwan non-Muslim.
Terkenalnya karya Al-Farghani ini disebabkan adanya upaya penerjamahan
atas karyanya tersebut. Dua terjemahan The Elements of Astronomy dalam
bahasa latin ditulis pada abad kedua belas. Salah satunya ditulis oleh
John Seville pada 1135 yang kemudian direvisi oleh Regiomontanus pada
1460-an. Sedangkan terjemahan lainnya ditulis oleh Gerard Cremona
sebelum 1175. Karya selanjutnya disusun oleh Dante yang dilengkapi oleh
pemahaman dirinya mengenai astronomi dan ia masukan dalam karyanya, La
Vita Nuova. Seorang ilmuwan Yahudi, Jacob Anatoli menerjemahkannya pula ke dalam bahasa Yahudi!!!!
Ini
menjadi versi latin ketiga yang dibuat pada 1590. Dan pada 1669 Jacob
Golius menerbitkan teks latin yang baru. Bersamaan dengan karya-karya
tersebut, banyak ringkasan karya Al-Farghani yang beredar di kalangan
saintis dan ini memberikan kontribusi bagi perkembangan pemikiran
Al-Farghani di Eropa. Kelak kemudian hari, The Elements of Astronomy
diakui memang sebagai sebuah karya yang sangat berpengaruh. Seorang
ilmuwan yang bernama Abd al-Aziz al-Qabisi memberikan komentar atas
karya Al-Farghani tersebut, yang kemudian komentar Abd al-Aziz ini
tersimpan di Istanbul sebagai manuskrip yang sangat berharga.
Manuskrip lainnya juga banyak bertebaran di berbagi perpustakaan yang
ada di Eropa. Ini membuktikan pula bahwa pemikiran Al-Farghani menjadi
acuan dalam perkembangan astronomi di Eropa. Aktivitas Al-Farghani tak
melulu di bidang astronomi namun ia pun melebarkan aktivitasnya di
bidang teknik.
Ini terbukti jika kita mengutip ucapan seorang ilmuwan yang bernama Ibn
Tughri Birdi. Ia menyatakan, Al-Farghani pernah ikut dalam melakukan
pengawasan pembangunan Great Nilometer, merupakan alat pengukur air, di
Fustat atau Kairo Lama. Bangunan tersebut rampung pada 861 bersamaan
dengan meninggalnya Kalifah Al-Mutawwakil yang memerintahkan adanya
pembangunan Nilometer tersebut. Tughri menyatakan bahwa semula
Al-Farghani memang tak dilibatkan. Namun ia akhirnya terlibat juga
karena harus melanjutkan tugas yang dibebankan kepada putra khalifah
yaitu Musa Ibn Shakir, Muhamad, dan Ahmad.
Ia harus melakukan pengawasan atas penggalian kanal yang dinamakan Kanal
Al-Ja'fari di kota baru Al-Ja'fariyya, yang letaknya berdekatakan
dengan Samaran di daerah Tigris. Al-Farghani saat itu memerintahkan
penggalian kanal dengan membuat hulu kanal digali lebih dalam
dibandingkan bagian lainnya.
Maka tak ada air yang cukup mengalir pada kanal tersebut kecuali pada
saat permukaan air Sungai Tigris sedang pasang. Kebijakan Al-Farghani
ini kemudian didengar oleh sang khalifah dan membuatnya marah. Namun
hitungan Al-Farghani kemudian dibenarkan oleh seorang pakar teknik
lainnya yang berpengaruh pula, yaitu Sind Ibn Ali.
Sind membenarkan perhitungan yang dilakukan oleh Al-Farghani. Paling
tidak ini membuat khalifah menerima kebijakan tersebut. Dalam bidang
teknik, Al-Farghani juga menelurkan karya dalam bentuk buku yaitu Kitab
al-Fusul, Ikhtiyar al-Majisti, dan Kitab 'Amal al-Rukhamat.
Ref: http://www.republika.co.id/berita/7818.html , http://yafi20.blogspot.com/2010/09/astronom-astronom-muslim.html#
AL-IDRISI, PENGGAMBAR PETA DUNIA PERTAMA (PETANYA MENGINSPIRASI CHRISTOPER COLOMBUS)
Abu Abdullah Muhammad al-Idrisi al-Qurtubi al-Hasani al-Sabti
atau disingkat Al-Idrisi (bahasa Arab: أبو عبد الله محمد الإدريسي;
bahasa Latin: Dreses) (1100 – 1165 atau 1166) adalah pakar geografi,
kartografi, mesirologi, dan pengembara yang tinggal di Sisilia, tepatnya
di istana Raja Roger II (Sultan Ar Rujari). Muhammad al-Idrisi lahir
di kota Afrika Utara Ceuta (dulu dikenal dengan nama Sabtah - karena
itu disebut dengan Al Sabti) yang termasuk
bagian Kekaisaran Murabitun dan wafat di Sisilia. Al-Idrisi merupakan
keturunan para penguasa Idrisiyyah (nama Al Idrisi merujuk pada kata
ini) di Maroko, yang merupakan keturunan Hasan bin Ali, putra Ali dan
cucu nabi Muhammad (nama Al Hasani menunjukan bahwa beliau keturunan Hasan bin Ali, yang di Indonesia dikenal pula sebagai golongan Habaib). Pendidikan Al-Idrisi diperoleh di Andalusia.
Sebuah nostalgia, Andalusia suatu daerah di Spanyol pernah
cemerlang gemerlapan disinari oleh Nur Islam. Pada saat itu benar-benar
tumbuh nilai-nilai budaya dan peradaban dunia insani. Andalusia
menjadi pusat sumber segala sumber ilmu pengetahuan. Filosof dan
ilmuwan silih berganti bermunculan mewarnai kesegaran nafas Islami.
Ilmu, budaya, dan iman tumbuh dalam simbiolisa mutualistis (saling
menghidupi dan saling mengisi). Semua itu tumbuh segar dari keaslian
akar Islam, yang menyinari Andalusia yang tercinta. (http://nieamore.wordpress.com/2009/07/22/dendam-barat-yahudi-terhadap-islam/)
Tabula Rogeriana
Gambaran pengantar peta dunia karya al-Idrisi tahun 1154. Perhatikan 'selatan' berada di 'atas' peta:
Tumbuh dan besar di Cetua, Al-Idrisi
muda mengembara ke Spanyol Islam, Portugal, Perancis, dan Inggris dan
Asia Kecil. Dia mengunjungi Anatolia saat ia baru berusia 16 tahun
karena terjadinya konflik politik dan ketidakstabilan di Andalusia. Dia
kemudian bersama orang-orang sezamannya menetap di Sisilia, yang
kemudian dijajah oleh bangsa Normandia yang dulunya loyal kepada
Kekhalifahan Fatimiyah. Menurut Ibnu Jubayr: "bangsa Normandia
bertoleransi dan melindungi keluarga-keluarga Arab dalam pertukaran ilmu
pengetahuan."
Al-Idrisi menggabungkan pengetahuan dari Afrika, Samudera
Hindia, dan Timur Jauh yang dikumpulkan para penjelajah dan pedagang
Islam dalam bentuk peta Islam, dan juga dari informasi yang dibawa oleh
pelayar-pelayar Normandia untuk membuat peta paling akurat di dunia di
masa pramodern, yang diletakkan sebagai ilustrasi Kitab Nuzhat
al-Mushtaq miliknya, (Latin: Opus Geographicum) diterjemahkan Hiburan
untuk Manusia yang Rindu Mengembara ke Tempat-Tempat Jauh.
Pada tahun 1138 M, Al Idrisi diundang oleh Raja Roger II ke istananya di Palermo (dulu dikenal dengan nama Bal'harm) dan ada yang mengatakan bahwa beliau baru menetap disana pada 1145 M. Dan di istana inilah Al Idrisi menggambar Peta Tabula Rogeriana Peta
tersebut, dengan legenda berbahasa Arab, menampilkan daratan Eurasia
secara keseluruhan dan sebagian kecil bagian utara benua Afrika dengan
sedikit detail pada Tanduk Afrika dan Asia Tenggara. Peta tersebut
diselesaikan oleh Al Idrisi pada Januari 1154 M. Untuk Raja Roger, peta
tersebut diukir dalam piringan besar dari perak padat yang berdiameter
dua meter. Sebagai tambahan, Al-Idrisi juga merupakan ahli
farmakologi dan seorang dokter.
Mengenai karya geografi al-Idrisi, S. P. Scott menulis:
Kompilasi Al-Idrisi menandakan sebuah era dalam sejarah
pengetahuan. Tidak hanya itu, informasi historis karya-karyanya sangat
menarik dan berharga, namun dekripsi-deksripi karyanya terhadap banyak
tempat di bumi masih otoritatif. Selama tiga abad para pakar geografi
menyalin petanya tanpa perubahan. Posisi relatif danau yang membentuk
sungai Nil, seperti yang digambarkan dalam karyanya, tidak banyak
berbeda dari yang dibuat Baker dan Stanley lebih dari tujuh ratus tahun
kemudian, begitu pula bilangannya sama. Kejeniusan mekanis penulis
tidak lebih rendah dari pengetahuannya. Planisfer angkasa dan bumi dari
perak yang dibuatnya untuk raja pelindungnya hampir enam kaki
diameternya dan beratnya empat ratus lima puluh pon; di satu sisi dukir
zodiak dan rasi bintang, sementera di sisi lain dibagi menjadi
segmen-segmen daratan dan perairan, dengan situasi masing-masing dari
berbagai negeri.
Al-Idrisi menginspirasi pakar geografi Islam lainnya seperti Ibnu
Batutah, Ibnu Khaldun, Piri Reis dan Barbary Corsairs. Petanya juga
menginspirasi Christopher Columbus dan Vasco Da Gama. Saat ini ilmu
pengethuan perpetaan diadaptasi menjadi Ilmu Geodesi yang berkembang
luas.
“Nuzhatul Mushtaq”
Karya teks geografi Al-Idrisi, Nuzhatul Mushtaq, sering dikutip
oleh para pendukung teori hubungan Andalusia-Amerika pra-Columbus.
Dalam teks ini, al-Idrisi menulis mengenai Samudera Atlantik:
"Komandan umat Muslim Ali bin Yusuf bin Tashfin mengirim
laksamananya Ahmad bin Umar, yang baik dikenal dengan nama Raqsh al-Auzz
untuk mengeksplorasi suatu pulau di Atlantik (Benua Amerika), namun
dia wafat sebelum melaksanakannya.
Di balik samudera kabut ini, tidak diketahui apa yang ada
disana. Tak seorangpun memiliki pengtahuan yang pasti mengenainya karena
betapa sulitnya melintasinya. Udaranya berkabut, gelombangnya begitu
kuat, dan bahaya yang mengancam sangat besar, makhluk-makhluknya
sangat mengerikan, dan sering terjadi badai. Disana terdapat banyak
pulau, sebagian diantaranya tidak berpenghuni, sementara lainnya
terbenam. Tak seorang navigator pun melewatinya kecuali mengelilingi
pantai-pantainya. Dan dari kota Losbon, para petualang berangkat dengan
nama yang dikenal sebagai Mugharrarin [yang terbujuk], menembus
samudera kabut dan ingin mengetahui apa yang ada disana dan dimana
berakhirnya. Setelah berlayar selama dua belas hari lebih mereka
merasakan sebuah pulau untuk dihuni, dan mengolah perkebunan. Mereka
terus berlayar untuk mengatahui apa yang ada di sana. Namun kemudian
penduduk asli mengepung dan menawan mereka, dan membawa mereka ke
pedesaan suram di pantai. Di sana mereka mendarat. Sang navigator
melihat orang-orang berkulit merah (Orang Indian); tidak banyak rambut
di tubuh mereka, rambut di kepala mereka lurus, dan mereka
berperawakan tinggi. Wanita-wanita mereka memiliki kecantikan luar
biasa."
Diantara penduduk desa, salah satunya berbicara dengan bahasa Arab dan
menanyai asal-usul mereka. Kemudian kepala desa memerintahkan untuk
membawa mereka ke benua dimana mereka disambut baik oleh bangsa Berber
(Bukti bahwa dizaman tersebut Muslim Berber - Marocco sudah menetap di
Benua Amerika).
Ref :
- http://archive.kaskus.us/thread/4465077
- http://electronic.districsides.com/more-about-al-idrisi
AL-JAZARI, PENEMU KONSEP ROBOTIKA MODERN
”Tak
mungkin mengabaikan hasil karya Al-Jazari yang begitu penting. Dalam
bukunya, ia begitu detail memaparkan instruksi untuk mendesain,
merakit, dan membuat sebuah mesin” (Donald Hill).
Kalimat di atas merupakan komentar Donald Hill, seorang ahli teknik asal
Inggris yang tertarik dengan sejarah teknologi, atas buku karya ahli
teknik Muslim yang ternama, Al-Jazari. Al Jazari merupakan seorang
tokoh besar di bidang mekani dan industri. Lahir dai Al Jazira, yang
terletak diantara sisi utara Irak dan timur laut Syiria, tepatnya
antara Sungai tigris dan Efrat.Al-Jazari merupakan ahli teknik yang
luar biasa pada masanya. Nama lengkapnya adalah Badi Al-Zaman Abullezz
Ibn Alrazz Al-Jazari. Dia tinggal di Diyar Bakir, Turki, selama abad
kedua belas. Ibnu Ismail Ibnu Al-Razzaz al-Jazari mendapat julukan
sebagai Bapak Modern Engineering berkat temuan-temuannya yang banyak
mempengaruhi rancangan mesin-mesin modern saat ini, diantaranya
combustion engine, crankshaft, suction pump, programmable automation,
dan banyak lagi.
Ia dipanggil Al-Jazari karena lahir di Al-Jazira, sebuah wilayah yang
terletak di antara Tigris dan Efrat, Irak. Seperti ayahnya ia mengabdi
pada raja-raja Urtuq atau Artuqid di Diyar Bakir dari 1174 sampai 1200
sebagai ahli teknik.
Donald
Routledge dalam bukunya Studies in Medieval ISLAMIC Technology,
mengatakan bahwa hingga zaman modern ini, tidak satupun dari suatu
kebudayaan yang dapat menandingi lengkapnya instruksi untuk merancang,
memproduksi dan menyusun berbagai mesin sebagaimana yang disusun oleh
Al-Jazari. Pada 1206 ia merampungkan sebuah karya dalam bentuk buku
yang berkaitan dengan dunia teknik.Beliau mendokumentasikan lebih dari
50 karya temuannya, lengkap dengan rincian gambar-gambarnya dalam
buku, “al-Jami Bain al-Ilm Wal ‘Aml al-Nafi Fi Sinat ‘at al-Hiyal”
(The Book of Knowledge of Ingenious Mechanical Devices). Bukunya ini
berisi tentang teori dan praktik mekanik. Karyanya ini sangat berbeda
dengan karya ilmuwan lainnya, karena dengan piawainya Al-Jazari
membeberkan secara detail hal yang terkait dengan mekanika. Dan
merupakan kontribusi yang sangat berharga dalam sejarah teknik.
Keunggulan buku tersebut mengundang decak kagum dari ahli teknik asal
Inggris, Donald Hill (1974). Donald berkomentar bahwa dalam sejarah,
begitu pentingnya karya Al-Jazari tersebut. Pasalnya, kata dia, dalam
buku Al-Jazari, terdapat instruksi untuk merancang, merakit, dan membuat
mesin.
Di tahun yang sama juga 1206, al-Jazari membuat jam gajah yang
bekerja dengan tenaga air dan berat benda untuk menggerakkan secara
otomatis sistem mekanis, yang dalam interval tertentu akan memberikan
suara simbal dan burung berkicau. Prinsip humanoid automation inilah
yang mengilhami pengembangan robot masa sekarang. Kini replika jam gajah
tersebut disusun kembali oleh London Science Museum, sebagai bentuk
penghargaan atas karya besarnya.
Pada
acara World of Islam Festival yang diselenggarakan di Inggris pada
1976, banyak orang yang berdecak kagum dengan hasil karya Al-Jazari.
Pasalnya, Science Museum merekonstruksi kerja gemilang Al-Jazari, yaitu
jam air. Ketertarikan Donald Hill terhadap karya Al-Jazari membuatnya
terdorong untuk menerjemahkan karya Al-Jazari pada 1974, atau enam
abad dan enam puluh delapan tahun setelah pengarangnya menyelesaikan
karyanya.
Tulisan Al-Jazari juga dianggap unik karena memberikan gambaran yang
begitu detail dan jelas. Sebab ahli teknik lainnya lebih banyak
mengetahui teori saja atau mereka menyembunyikan pengetahuannya dari
orang lain. Bahkan ia pun menggambarkan metode rekonstruksi peralatan
yang ia temukan.
Karyanya juga dianggap sebagai sebuah manuskrip terkenal di dunia, yang
dianggap sebagai teks penting untuk mempelajari sejarah teknologi.
Isinya diilustrasikan dengan miniatur yang menakjubkan. Hasil kerjanya
ini kerap menarik perhatian bahkan dari dunia Barat.
Dengan karya gemilangnya, ilmuwan dan ahli teknik Muslim ini
telah membawa masyarakat Islam pada abad ke-12 pada kejayaan. Ia
hidup dan bekerja di Mesopotamia selama 25 tahun. Ia mengabdi di
istana Artuqid, kala itu di bawah naungan Sultan Nasir al-Din Mahmoud.
Al-Jazari memberikan kontribusi yang pentng bagi dunia ilmu
pengetahuan dan masyarakat. Mesin pemompa air yang dipaparkan dalam
bukunya, menjadi salah satu karya yang inspiratif. Terutama bagi sarjana
teknik dari belahan negari Barat.
Jika menilik sejarah, pasokan air untuk minum, keperluan rumah
tangga, irigasi dan kepentingan industri merupakan hal vital di
negara-negara Muslim. Namun demikian, yang sering menjadi masalah adalah
terkait dengan alat yang efektif untuk memompa air dari sumber
airnya.
Masyarakat zaman dulu memang telah memanfaatkan sejumlah peralatan untuk
mendapatkan air. Yaitu, Shaduf maupun Saqiya. Shaduf dikenal pada
masa kuno, baik di Mesir maupun Assyria. Alat ini terdiri dari balok
panjang yang ditopang di antara dua pilar dengan balok kayu horizontal.
Sementara Saqiya merupakan mesin bertenaga hewan. Mekanisme
sentralnya terdiri dari dua gigi. Tenaga binatang yang digunakan
adalah keledai maupun unta dan Saqiya terkenal pada zaman Roma.
Para ilmuwan Muslim melakukan eksplorasi peralatan tersebut untuk
mendapatkan hasil yang lebih memuaskan. Al-Jazari merintis jalan ke sana
dengan menguraikan mesin yang mampu menghasilkan air dalam jumlah
lebih banyak dibandingkan dengan mesin yang pernah ada sebelumnya.
Al-Jazari, kala itu, memikul tanggung jawab untuk merancang lima mesin
pada abad ketiga belas. Dua mesin pertamanya merupakan modifikasi
terhadap Shaduf, mesin ketiganya adalah pengembangan dari Saqiya di
mana tenaga air menggantikan tenaga binatang.
Satu mesin yang sejenis dengan Saqiya diletakkan di Sungai Yazid di
Damaskus dan diperkirakan mampu memasok kebutuhan air di rumah sakit
yang berada di dekat sungai tersebut. Mesin keempat adalah mesin yang
menggunakan balok dan tenaga binatang. Balok digerakkan secara naik
turun oleh sebuah mekanisme yang melibatkan gigi gerigi dan sebuah
engkol.
Mesin itu diketahui merupakan mesin pertama kalinya yang menggunakan
engkol sebagai bagian dari sebuah mesin. Di Eropa hal ini baru terjadi
pada abad 15. Dan hal itu dianggap sebagai pencapaian yang luar biasa.
Pasalnya, engkol mesin merupakan peralatan mekanis yang penting
setelah roda. Ia menghasilkan gerakan berputar yang terus menerus.
Pada masa sebelumnya memang telah ditemukan engkol mesin, namun
digerakkan dengan tangan. Tetapi, engkol yang terhubung dengan sistem
rod di sebuah mesin yang berputar ceritanya lain.
Penemuan engkol mesin sejenis itu oleh sejarawan teknologi
dianggap sebagai peralatan mekanik yang paling penting bagi orang-orang
Eropa yang hidup pada awal abad kelima belas. Bertrand Gille
menyatakan bahwa sistem tersebut sebelumnya tak diketahui dan sangat
terbatas penggunaannya.
Pada 1206 engkol mesin yang terhubung dengan sistem rod sepenuhnya
dikembangkan pada mesin pemompa air yang dibuat Al-jazari. Ini dilakukan
tiga abad sebelum Francesco di Giorgio Martini melakukannya.
Sedangkan mesin kelima, adalah mesin pompa yang digerakkan oleh air yang
merupakan peralatan yang memperlihatkan kemajuan lebih radikal.
Gerakan roda air yang ada dalam mesin itu menggerakan piston yang
saling berhubungan.
Kemudian, silinder piston tersebut terhubung dengan pipa penyedot. Dan
pipa penyedot selanjutnya menyedot air dari sumber air dan
membagikannya ke sistem pasokan air. Pompa ini merupakan contoh awal
dari double-acting principle. Taqi al-Din kemudian menjabarkannya
kembali mesin kelima dalam bukunya pada abad keenam belas.
Ref: http://arifperdana.wordpress.com/2008/01/13/ibu-ismail-al-jazari-ilmuwan-muslim-penemu-konsep-robotika-modern/ , http://masmoi.wordpress.com/2010/04/17/al-jazari-bapak-teknologi-mekanik-dunia/
AL-BATTANI, PENGHITUNG WAKTU TAHUN
Abu
Abdallah Muhammad Ibn Jabir Ibn Sinan Al-Battani atau yang lebih
dikenal dengan panggilan Al-Battani atau Albatenius ialah ilmuwan bidang
astronomi yang mendapatkan pengakuan dunia. Salah satu hasilnya
adalah lamanya bumi mengelilingi bumi. Berdasarkan perhitungannya, ia
menyatakan bahwa bumi mengelilingi pusat tata surya tersebut dalam
waktu 365 hari, 5 jam, 46 menit, dan 24 detik. Perhitungannya
mendekati dengan perhitungan terakhir yang dianggap lebih akurat.
Itulah hasil jerih payahnya selama 42 tahun melakukan penelitian yang
diawali pada musa mudanya di Raqqa, Suriah. Ia menemukan bahwa garis
bujur terajauh matahari mengalami peningkatan sebesar 16,47 derajat
sejak perhitungan yang dilakukan oleh Ptolemy. Ini membuahkan penemuan
yang penting mengenai gerak lengkung matahari. Al Battani juga
menentukan secara akurat kemiringin ekliptik, panjangnya musim, dan
orbit matahari. Ia pun bahkan berhasil menemukan orbit bulan dan planet
dan menetapkan teori baru untuk menentukan sebuah kondisi kemungkinan
terlihatnya bulan baru. Ini terkait dengan pergantian dari sebuah
bulan ke bulan lainnya.
Penemuannya mengenai garis lengkung bulan dan matahari, pada
1749 kemudian digunakan oleh Dunthorne untuk menentukan gerak akselerasi
bulan. Dalam bidang matematika, Al Battani juga memberikan kontribusi
gemilang terutama dalam trigonometri. Laiknya, ilmuwan Muslim
lainnya, ia pun menuliskan pengetahuannya di kedua bidang itu ke dalam
sejumlah buku.
Bukunya tentang astronomi yang paling terkenal adalah Kitab Al
Zij. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12
dengan judul De Scienta Stellerum u De Numeris Stellerum et Motibus
oleh Plato dari Tivoli. Terjemahan tertua dari karyanya itu masih ada
di Vatikan. Terjemahan buku tersebut tak melulu dalam bahasa latin
tetapi juga bahasa lainnya. Terjemahan ini keluar pada 1116
sedangkan edisi cetaknya beredar pada 1537 dan pada 1645. Sementara
terjemahan karya tersebut ke dalam bahasa Spanyol muncul pada abad
ke-13. Pada masa selanjutnya baik terjemahan karya Al Battani dalam
bahasa Latin maupun Spanyol tetap bertahan dan digunakan secara luas.
Tak heran bila tulisannya, sangat memberikan pengaruh bagi perkembangan
ilmu pengetahuan di Eropa hingga datangnya masa Pencerahan. Dalam
Fihrist, yang dikompilasi Ibn An-Nadim pada 988, karya ini merupakan
kumpulan Muslim berpengaruh pada abad ke-10, dinyatakan bahwa Al Battani
merupakan ahli astronomi yang memberikan gambaran akurat mengenai
bulan dan matahari.
Informasi lain yang tertuang dalam Fihrist menyatakan pula bahwa Al
Battani melakukan penelitian antara tahun 877 dan 918. Tak hanya itu, di
dalamnya juga termuat informasi mengenai akhir hidup sang ilmuwan
ini. Fihrist menyatakan bahwa Al Battani meninggal dunia dalam sebuah
perjalanan dari Raqqa ke Baghdad. Perjalanan ini dilakukan sebagai
bentuk protes karena ia dikenai pajak yang berlebih. Al Battani memang
mencapai Baghdad untuk menyampaikan keluhannya kepada pihak pemerintah.
Namun kemudian ia menghembuskan nafas terakhirnya ketika dalam
perjalanan pulang dari Baghdad ke Raqqa.
Al
Battani lahir di Battan, Harran, Suriah pada sekitar 858 M.
Keluarganya merupakan penganut sekte Sabbian yang melakukan ritual
penyembahan terhadap bintang. Namun ia tak mengikuti jejak langkah
nenek moyangnya, ia lebih memilih memeluk Islam.
Ketertarikannya dengan benda-benda yang ada di langit membuat Al
Battani kemudian menekuni astronomi. Secara informal ia mendapatkan
pendidikan dari ayahnya yang juga seorang ilmuwan, Jabir Ibn San'an
Al-Battani. Keyakinan ini menguat dengan adanya bukti kemampuan Al
Battani membuat dan menggunakan sejumlah perangkat alat astronomi
seperti yang dilakukan ayahnya.
Beberapa saat kemudian, ia meninggalkan Harran menuju Raqqa yang
terletak di tepi Sungai Eufrat, di sana ia melanjutkan pendidikannya. Di
kota inilah ia melakukan beragam penelitian hingga ia menemukan
berbagai penemuan cemerlangnya. Pada saat itu, Raqqa menjadi terkenal
dan mencapai kemakmuran. Ini disebabkan karena kalifah Harun Al Rashid,
khalifah kelima dalam dinasti Abbasiyah, pada 14 September 786
membangun sejumlah istana di kota tersebut. Ini merupakan penghargaan
atas sejumlah penemuan yang dihasilkan oleh penelitian yang dilakukan
Al Battani. Usai pembangunan sejumlah istana di Raqqa, kota ini menjadi
pusat kegiatan baik ilmu pengetahuan maupun perniagaan yang ramai.
Ref : republika.co.id
AL-BIRUNI, PENEMU GAYA GRAVITASI
Namanya
tak diragukan lagi di pentas sains dan ilmu pengetahuan abad
pertengahan. Dunia ilmu pengetahuan mengenalnya sebagai salah seorang
putra Islam terbaik dalam bidang filsafat, astronomi, kedokteran, dan
fisika. Wawasan pengetahuannya yang demikian luas, menempatkannya
sebagai pakar dan ilmuwan Muslim terbesar awal abad pertengahan. Ilmuwan
itu tak lain adalah Al Biruni.
Bernama lengkap Abu Raihan Muhammad ibn Ahmad Al Biruni,
ilmuwan besar ini dilahirkan pada 362 H atau bulan September 973 M,
di desa Khath yang merupakan ibukota kerajaan Khawarizm, Turkmenistan
(kini kota Kiva, wilayah Uzbekistan). Ia lebih dikenal dengan nama Al Biruni. Nama "Al Biruni"
sendiri berarti 'asing', yang dinisbahkan kepada wilayah tempat tanah
kelahirannya, yakni Turkmenistan. Kala itu, wilayah ini memang
dikhususkan menjadi pemukiman bagi orang-orang asing.
Dibesarkan dalam keluarga yang taat beragama, Al Biruni tumbuh
dan besar dalam lingkungan yang mencintai ilmu pengetahuan. Meski tak
banyak diketahui tentang masa mudanya, termasuk pendidikan formalnya,
namun ulama yang tawadlu ini dikenal amat mencintai ilmu dan gemar
membaca dan menulis sejak remaja. Tak heran bila kemudian masih di usia
muda ia sudah tersohor sebagai seorang ahli di banyak bidang ilmu.
Sebagai ilmuwan ulung, Al Biruni tak hentihentinya
mengais ilmu, termasuk dalam setiap penjelajahannya ke beberapa negeri.
Jamil Ahmed dalam Seratus Tokoh Muslim mengungkapkan, penjelajahan
tokoh ini pertama kali ke daerah Jurjan, dekat Laut Kaspia (Asia
Tengah). Penjelajahan itu sebenarnya tak disengaja.
Alkisah, setelah beberapa lamanya menetap di Jurjan, Al-Biruni
memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya. Namun tak disangkanya,
ia menyaksikan tanah kelahirannya itu penuh konflik antar etnis.
Kenyataan ini dimanfaatkan oleh Sultan Mahmoud Al-Gezna, yang melakukan
invasi dan menaklukkan Jurjan.
Keberhasilan penaklukkan ini membawa AlBiruni melanglang ke India
bersama tim ekspedisi Sultan Mahmoud. Di sini, ia banyak menelorkan
karya tulis, baik berupa buku maupun artikel ilmiah yang disampaikannya
dalam beberapa pertemuan. Selain menghasilkan karya, penjelajahan
bersama sang Sultan ini juga menghasilkan dibukanya kawasan India bagian
timur ini sebagai basis baru dakwah Islam Al-Biruni.
Dalam rangkaian 'tur' nya di India ini, AlBiruni memanfaatkan
waktu luang bagi penelitian sekitar adat istiadat dan perilaku
masyarakat setempat. Dari penelitiannya inilah, beberapa karya berbobot
lahir. Tak hanya itu, Al-Biruni pula yang pertama memperkenalkan
permainan catur 'ala' India ke negeri-negeri Islam, serta menjelaskan
problem-problem trigonometri lanjutan dalam karyanya, Tahqiq Al-Hind.
Dalam kaitan ini, ia berkata, "Saya telah menterjemahkan ke dalam bahasa
Arab dua karya India, yakni Sankhya, yang mengupas tentang asal-usul
dan kualitas benda-benda yang memiliki eksistensi, dan kedua berjudul
Patanial (Yoga Sutra), yang berhubungan dengan pembebasan jiwa." Kedua
buku India ini juga memuat secara otentik sejarah akurat invasi
Sultan Mahmoud ke India.
Kepiawaian dan kecerdasan Al-Biruni merangsang dirinya mendalami sekitar
ilmu astronomi. Ia misalnya memberikan perhatian yang besar terhadap
kemungkinan gerak bumi mengitari matahari. Sayangnya, bukunya yang
membicarakan soal ini hilang. Namun ia berpendapat, sepertipernah ia
sampaikan dalam suratnya kepada Ibnu Sina, bahwa gerak eliptis lebih
mungkin daripada gerak melingkar pada planet. Al-Biruni konsisten
mempertahankan pendapatnya tersebut, dan ternyata di kemudian hari
terbukti kebenarannya menurut ilmu astronomi modern.
Prestasi paling menonjol di bidang fisika ilmuwan Muslim yang
pertama kali memperkenalkan permainan catur ke negeri-negeri Islam ini
adalah tentang penghitungan akurat mengenai timbangan 18 batu. Selain
itu, ia juga menemukan konsep bahwa cahaya lebih cepat dari suara.
Dalam kaitan ini, Al-Biruni membantah beberapa prinsip fisika
Aristotelian seperti tentang gerak gravitasi langit, gerak edar
langit, tempat alamiah benda serta masalah kontinuitas dan
diskontinuitas materi dan ruang.
Dalam membantah dalil kontinuitas materi yang menyatakan, benda dapat
terus-menerus dibagi secara tak terhingga, Al-Biruni menjelaskan bahwa
jika dalil itu benar tentu benda yang bergerak cepat tidak akan pernah
menyusul benda yang mendahuluinya, namun bergerak lambat.
Kenyataannya, urai Al-Biruni, dalam pengamatan kita, benda yang bergerak
cepat dapat menyusul benda yang mendahuluinya seperti bulan yang
mendahului matahari karena gerak bulan jauh lebih cepat daripada
matahari. Lalu Al-Biruni menjelaskan bahwa alangkah hinanya jika kita
menafikan pengamatan atas kenyataan itu.
Sebagai seorang fisikawan, A1-Biruni memberikan sumbangan
penting bagi pengukuran jenis berat (specific gravity) berbagai zat
dengan hasil perhitungan yang cermat dan akurat. Konsep ini sesuai
dengan prinsip dasar yang ia yakini bahwa seluruh benda tertarik oleh
GAYA GRAVITASI BUMI.
Teori ini merupakan pintu gerbang menuju hukum-hukum Newton 500 tahun kemudian. Al Biruni
juga mengajukan hipotesa tentang rotasi bumi di sekeliling sumbunya.
Konsep ini lalu dimatangkan dan diformulasikan oleh Galileo Galilei
600 tahun setelah wafatnya Al Biruni.
Sebagai sosok yang gemar membaca dan menulis, kepakaran Al-Biruni
tak hanya di bidang ilmu eksakta. Ia juga mahir dalam disiplin
filsafat. Karena itu, ia dikenal sebagai salah seorang filsuf Muslim
yang amat berpengaruh.
AlBiruni memperlihatkan ketidaktergantungan yang agak besar
terhadap filsafat Aristoteles dan kritis terhadap beberapa hal dalam
-fisika paripatetik, seperti dalam masalah gerak dan tempat.
Semua yang dilakukannya itu selalu ia landaskan pada
prinsip-prinsip Islam, serta meletakkan sains sebagai sarana untuk
menyingkap rahasia alam. Hasil eksperimen dan penelitiannya selalu
bermuara pada pengakuan keberadaan Sang Pencipta (Allah SWT).
Dalam bukunya, A1-Jamahir, Al-Biruni juga menegaskan,
"penglihatan menghubungkan apa yang kita lihat dengan tanda-tanda
kebijaksanaan Allah dalam ciptaan-Nya. Dari penciptaan alam tersebut
kita menyimpulkan eksistensi Allah." Prinsip ini dipegang teguh dalam
setiap penyelidikannya. Ia tetap kritis dan tidak memutlakkan metodologi
dan hasil penelitiannya.
Pandangan Al-Biruni ini berbeda sekali dengan pandangan
saintis Barat modern yang melepaskan sains dari agama. Pandangan mereka
tentang alam berusaha menafikan keberadaan Allah sebagai pencipta(para
penganut atheis).
Keberhasilan Al-Biruni di bidang sains dan ilmu pengetahuan ini membuat
decak kagum kalangan Barat. Max Mayerhof misalnya mengatakan, "Abu
Raihan Muhammad ibn Al-Biruni dijuluki Master, dokter, astronom,
matematikawan, ahli fisika, ahli geografi, dan sejarahwan. Dia mungkin
sosok paling menonjol di seluruh bimasakti para ahli terpelajar
sejagat, yang memacu zaman keemasan ilmu pengetahuan Islam." Pengakuan
senada juga dilontarkan sejarahwan asal India, Si J.N. Sircar.
Seperti dikutip Jamal Ahmed, ia menulis, "Hanya sedikit yang
memahami fisika dan matematika. Di antara yang sedikit itu yang terbesar
di Asia adalah Al Biruni, sekaligus filsuf dan ilmuwan. Ia unggul
sekaligus di kedua bidang tersebut." Tokoh dan ilmuwan besar ini
akhirnya menghadap Sang Ilahi Rabbi pada 1048 M, dalam usia 75 tahun di
Ghazna (kini wilayah Afganistan).
KARYA-KARYA AL-BIRUNI
Menurut
sumber-sumber otentik, karya Al-Biruni lebih dari 200 buah, namun
hanya sekitar 180 saja yang diketahui dan terlacak, beberapa diantara
bukunya terbilang sebagai karya monumental. Seperti buku Al-Atsarul Baqiyah Qurunil Khaliyah
(Peninggalan Bangsabangsa Kuno) yang ditulisnya pada 998 M ketika ia
merantau ke Jurjan, daerah tenggara Laut Kaspia. Dalam karyanya
tersebut, Al-Biruni antara lain mengupas sekitar upacara-upacara ritual,
pesta, dan festival bangsa-bangsa kuno.
Masih dalam lingkup yang sama, Al-Biruni tak menyia-nyiakan kesempatan
beberapa ekspedisi militer ke India bersama Sultan Mahmoud Gezna. Ia
pergunakan lawatannya tersebut dengan melakukan penelitian seputar adat
istiadat, agama dan kepercayaan masyarakat India. Selain itu, ia juga
belajar filsafat Hindu pada sarjana setempat.
Jerih payahnya inilah menghasilkan karya besar berjudul Tarikhul Al Hindy
(Sejarah India) tahun 1030 M. Intelektual Iran, Sayyed Hossein Nasr,
dalam Science and Civilization in Islam (1968), menyatakan, buku ini
merupakan uraian paling lengkap dan terbaik mengenai agama Hindu, sains
dan adat istiadat India.
A1-Biruni, dalam karyanya ini antara lain menulis analisis
menarik, bahwa pada awalnya manusia mempunyai keyakinan monoteisme,
penuh kebaikan dan menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Tapi lantaran nafsu
murka telah membawa mereka pada perbedaan agama, filsafat dan
politik, sehingga mereka menyimpang dari monoteisme ini. Ia juga
membahas tentang geografi India. A1-Biruni juga berpendapat, lembah
Sungai Hindus dan India, mulanya terbenam dalam laut, namun perlahan
menjadi penuh endapan yang dibawa air sungai.
Tak hanya menulis buku tentang sosiologi, Al Biruni
juga banyak menulis tentang ilmu-ilmu eksakta seperti geometri,
aritmatika, astronomi dan astrologi. Karya di bidang ini misalnya Tafhim
li Awall Sina'atut Tanjim. Khusus disiplin ilmu astronomi, ia menulis
buku berjudul Al Qanun Al Mas'udi fil Hai'ah wan Nujum (Teori tentang Perbintangan) yang dipersembahkan untuk Sultan Mas'ud dari Ghazna (tempat beliau menutup umur).
Buku ini bermula dari percakapan antar Sultan Mas'ud dan Al
Biruni mengenai perbedaan malam dan mengapa terjadi. Al Biruni pun
kemudian mengamati pergerakan bintang, planet dan referensi buku - buku
yang telah ada dan ditulislah hasilnya dalam buku tersebut.
Di Barat, buku ini memperoleh penghargaan dan menjadi bacaan
standar di berbagai universitas Barat selama beberapa abad. Ilmuwan
Muslim ini juga dikenal sebagai pengamat pertambangan. Untuk masalah
ini, ia menulis buku Al Jamahir fi Ma'rifati I Jawahir tahun 1041 M. Karya lainnya, di bidang kedokteran berjudul As-Saydala fit Thib (Farmasi dalam ilmu Kedokteran), Al Maqallid 'Ilm Al-Hai'ah (tentang perbintangan), serta buku Kitab Al Kusufwal Khusuf Ala Khayal Al-Hunud (Kitab tentang Pandangan Orangorang India terhadap Peristiwa Gerhana Matahari dan Gerhana Bulan).
Ref :
- muslimheritage.com
- cahayaislam, hery sucipto
- renaissanceastrology.com
AL-BUZJANI, PELETAK DASAR ILMU TRIGONOMETRI
He established several trigonometric identities such as sin(a ± b) in their modern form, where the Ancient Greek mathematicians had expressed the equivalent identities in terms of chords.
He also discovered the law of sines for spherical triangles:
where A, B, C are the sides and a, b, c are the opposing angles. (http://en.wikipedia.org/wiki/Abū_ al-Wafā' _al-Būzjānī)
Abul Wafa Muhammad Ibn Muhammad Ibn Yahya Ibn Ismail al Buzjani,
merupakan satu di antara sekian banyak ilmuwan Muslim yang turut
mewarnai khazanah pengetahuan masa lalu. Dia tercatat sebagai seorang
ahli di bidang ilmu matematika dan astronomi. Kota kecil bernama Buzjan,
Nishapur, adalah tempat kelahiran ilmuwan besar ini, tepatnya tahun
940 M. Sejak masih kecil, kecerdasannya sudah mulai nampak dan hal
tersebut ditunjang dengan minatnya yang besar di bidang ilmu alam. Masa
sekolahnya dihabiskan di kota kelahirannya itu.
Setelah berhasil menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah,
Abul Wafa lantas memutuskan untuk meneruskan ke jenjang lebih tinggi di
ibukota Baghdad tahun 959 M. Di sana, dia pun belajar ilmu matematika.
Sejarah mencatat, di kota inilah Abul Wafa kemudian menghabiskan masa
hidupnya. Tradisi dan iklim keilmuan Baghdad benar-benar amat
kondusif bagi perkembangan pemikiran Abul Wafa. Berkat bimbingan
sejumlah ilmuwan terkemuka masa itu, tak berapa lama dia pun menjelma
menjadi seorang pemuda yang memiliki otak cemerlang.
Dia pun lantas banyak membantu para ilmuwan serta pula secara pribadi
mengembangkan beberapa teori penting di bidang matematika, utamanya
geometri dan trigonometri. Di bidang ilmu geometri, Abul Wafa memberikan
kontribusi signifikan bagipemecahan soal-soal geometri dengan
menggunakan kompas; konstruksi ekuivalen untuk semua bidang, polyhedral
umum; konstruksi hexagon setengah sisi dari segitiga sama kaki;
konstruksi parabola dari titik dan solusi geometri bagi persamaan.
Konstruksi bangunan trigonometri versi Abul Wafa hingga kini
diakui sangat besar kemanfaatannya. Dia adalah yang pertama menunjukkan
adanya teori relatif segitiga parabola. Tak hanya itu, dia juga
mengembangkan metode baru tentang konstruksi segi empat serta perbaikan
nilai sinus 30 dengan memakai delapan desimal. Abul Wafa pun
mengembangkan hubungan sinus dan formula: 2 sin2 (a/2) = 1 - cos a dan
juga sin a = 2 sin (a/2) cos (a/2) .
Di samping itu, Abul Wafa membuat studi khusus menyangkut teori tangen
dan tabel penghitungan tangen. Dia memperkenalkan secan dan cosecan
untuk pertama kalinya, berhasil mengetahui relasi antara garis-garis
trigonometri yang mana berguna untuk memetakannya serta pula meletakkan
dasar bagi keberlanjutan studi teori conic. Abul Wafa bukan
cuma ahli matematika, namun juga piawai dalam bidang ilmu astronomi.
Beberapa tahun dihabiskannya untuk mempelajari perbedaan pergerakan
bulan dan menemukan "variasi". Dia pun tercatat sebagai salah satu dari
penerjemah bahasa Arab dan komentator karya-karya Yunani.
Banyak buku dan karya ilmiah telah dihasilkannya dan mencakup banyak
bidang ilmu. Namun tak banyak karyanya yang tertinggal hingga saat ini.
Sejumlah karyanya hilang, sedang yang masih ada, sudah dimodifikasi.
Kontribusinya dalam bentuk karya ilmiah antara lain dalam bentuk kitab
Ilm al-Hisab (Buku Praktis Aritmatika), Al-Kitab Al-Kamil (Buku
Lengkap), dan Kitab al-Handsa (Geometri Terapan). Abul Wafa pun banyak
menuangkan karya tulisnya di jurnal ilmiah Euclid, Diophantos dan
al-Khawarizmi, tetapi sayangnya banyak yang telah hilang.
Kendati demikian, sumbangsihnya bagi teori trigonometri amatlah
signifikan terutama pengembangan pada rumus tangen, penemuan awal
terhadap rumus secan dan cosecan. Maka dari itu, sejumlah besar rumus
trigomometri tak bisa dilepaskan dari nama Abul Wafa. Seperti disebutkan
dalam Alquran maupun hadis, agama Islam menganjurkan kepada umatnya
untuk senantiasa belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Inilah
yang dihayati oleh sang ilmuwan Muslim, Abul Wafa Muhammad hingga
segenap kehidupannya dia abdikan demi kemajuan ilmu. Dia meninggal di
Baghdad tahun 997 M.
Ref : republika.co.id , http://izoelas.multiply.com/journal/item/43/Abul_Wafa_Muhammad_Al_Buzjani_
AL-ZAHRAWI, BAPAK ILMU BEDAH MODERN
Peletak dasar-dasar ilmu bedah modern itu bernama Al-Zahrawi (936 M-1013 M). Orang barat mengenalnya sebagai Abulcasis. Al-Zahrawi
adalah seorang dokter bedah yang amat fenomenal. Karya dan hasil
pemikirannya banyak diadopsi para dokter di dunia barat.
“Prinsip-prinsip ilmu kedokteran yang diajarkan Al-Zahrawi menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di Eropa,” ujar Dr. Campbell dalam History of Arab Medicine.
Ahli bedah yang termasyhur hingga ke abad 21 itu bernama lengkap Abu al-Qasim Khalaf ibn al-Abbas Al-Zahrawi.
Ia terlahir pada tahun 936 M di kota Al-Zahra, sebuah kota berjarak
9,6 km dari Cordoba, Spanyol. Al-Zahrawi merupakan keturunan Arab Ansar
yang menetap di Spanyol. Di kota Cordoba inilah dia menimba ilmu,
mengajarkan ilmu kedokteran, mengobati masyarakat, serta mengembangkan
ilmu bedah bahkan hingga wafat.
Al-Zahrawi mendedikasikan separuh abad masa
hidupnya untuk praktik dan mengajarkan ilmu kedokteran. Sebagai seorang
dokter termasyhur, Al-Zahrawi pun diangkat menjadi dokter istana pada
era kekhalifahan Al-Hakam II di Andalusia. Berbeda dengan ilmuwan
muslim kebanyakan, Al-Zahrawi tak terlalu banyak melakukan perjalanan.
Ia lebih banyak mendedikasikan hidupnya untuk merawat korban
kecelakaan serta korban perang.
Para
dokter di zamannya mengakui bahwa Al-Zahrawi adalah seorang dokter
yang jenius terutama di bidang bedah. Jasanya dalam mengembangkan ilmu
kedokteran sungguh sangat besar. Al-Zahrawi meninggalkan sebuah ‘harta
karun’ yang tak ternilai harganya bagi ilmu kedokteran yakni berupa
kitab Al-Tasrif li man ajaz an-il-talil—sebuah ensiklopedia kedokteran.
Kitab yang dijadikan materi sekolah kedokteran di Eropa itu terdiri
dari 30 volume.
Dalam kitab yang diwariskannya bagi peradaban dunia itu, Al-Zahrawi
secara rinci dan lugas mengupas tentang ilmu bedah, orthopedic,
opththalmologi, farmakologi, serta ilmu kedokteran secara umum. Ia juga
mengupas tentang kosmetika. Al-Zahrawi pun ternyata begitu berjasa
dalam bidang kosmetika. Sederet produk kosmetika seperti deodorant,
hand lotion, pewarna rambut yang berkembang hingga kini merupakan hasil
pengembangan dari karya Al-Zahrawi.
Popularitas Al-Zahrawi sebagai dokter bedah yang andal menyebar hingga
ke seantero Eropa. Tak heran, bila kemudian pasien dan anak muda yang
ingin belajar ilmu kedokteran dari Abulcasis berdatangan dari berbagai
penjuru Eropa. Menurut Will Durant, pada masa itu Cordoba menjadi
tempat favorit bagi orang-orang Eropa yang ingin menjalani operasi
bedah. Di puncak kejayaannya, Cordoba memiliki tak kurang dari 50
rumah sakit yang memberikan pelayanan prima.
Dalam
menjalankan praktik kedokterannya, Al-Zahrawi menanamkan pentingnya
observasi tertutup dalam kasus-kasus individual. Hal itu dilakukan
untuk tercapainya diagnosis yang akurat serta kemungkinan pelayanan
yang terbaik. Al-Zahrawi pun selalu mengingatkan agar para dokter
berpegang pada norma dan kode etik kedokteran, yakni tak menggunakan
profesi dokter hanya untuk meraup keuntungan materi.
Menurut Al-Zahrawi profesi dokter bedah tak bisa dilakukan sembarang
orang. Pada masa itu, dia kerap mengingatkan agar masyarakat tak
melakukan operasi bedah kepada dokter atau dukun yang mengaku-ngaku
memiliki keahlian operasi bedah. Hanya dokter yang memiliki keahlian dan
bersertifikat saja yang boleh melakukan operasi bedah. Mungkin karena
itulah di era modern ini muncul istilah dokter spesialis bedah
(surgeon).
Kehebatan dan profesionalitas Al-Zahrawi sebagai seorang ahli bedah
diakui para dokter di Eropa. “Tak diragukan lagi, Al-Zahrawi adalah
kepala dari seluruh ahli bedah.” Ucap Pietro Argallata. Kitab Al-Tasrif
yang ditulisnya lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard
of Cremona pada abad ke-12 M. Kitab itu juga dilengkapi dengan
ilustrasi. Kitab itu menjadi rujukan dan buku resmi sekolah kedokteran
dan para dokter serta ahli bedah Eropa selama lima abad lamanya pada
periode abad pertengahan.
Sosok dan pemikiran Al-Zahrawi begitu dikagumi para dokter serta
mahasiswa kedokteran di Eropa. Pada abad ke-14, seorang ahli bedah
Perancis bernama Guy de Chauliac mengutip Al-Tasrif hampir lebih dari
200 kali. Kitab Al-Tasrif terus menjadi pegangan para dokter di Eropa
hingga terciptanya era Renaissance. Hingga abad ke-16, ahli bedah
berkebangsaan Prancis, Jaques Delechamps (1513M-1588M) masih menjadikan
Al-Tasrif sebagai rujukan.
Sang penemu puluhan alat bedah modern
Selama
separuh abad mendedikasikan dirinya untuk pengembangan ilmu
kedokteran khususnya bedah, Al-Zahrawi telah menemukan puluhan alat
bedah modern. Dalam kitab Al-Tasrif, ‘bapak ilmu bedah’ itu
memperkenalkan lebih dari 200 alat bedah yang dimilikinya. Di antara
ratusan koleksi alat bedah yang dipunyainya, ternyata banyak peralatan
yang tak pernah digunakan ahli bedah sebelumnya. Selain itu, juga
menemukan forceps untuk mengangkat janin yang meninggal. Alat itu
digambarkan dalam kitab Al-tasrif.
Dalam Al-Tasrif, Al-Zahrawi juga memperkenalkan penggunaan ligature
(benang pengikat luka) untuk mengontrol pendarahan arteri. Jarum bedah
ternyata juga ditemukan dan dipaparkan secara jelas dalam Al-Tasrif.
Selain itu, Al-Zahrawi juga memperkenalkan sederet alat bedah lain hasil
penemuannya.
Peralatan penting untuk bedah yang ditemukannya itu antara lain,
pisau bedah (scalpel), curette, retractor, sendok bedah (surgical
spoon), sound, pengait bedah (surgical hook), surgical rod, dan specula.
Tak cuma itu, Al-Zahrawi juga menemukan peralatan bedah yang
digunakan untuk memeriksa dalam uretra, alat untuk memindahkan benda
asing dari tenggorokan serta alat untuk memeriksa telinga. Kontribusi
Al-Zahrawi bagi dunia kedokteran khususnya bedah hingga kini tetap
dikenang dunia.
Ref :
- kolom-biografi.blogspot.com
- legadoandalusia.es
PENUTUP
Pada tahun 859 seorang putri muda bernama Fatima al-Firhi mendirikan
sebuah universitas tingkat pertama di Fez Maroko. Saudara perempuannya
Miriam mendirikan masjid indah secara bersamaan menjadi masjid dan
universitas al-Qarawiyyin dan terus beroperasi selama 1.200 tahun
kemudian. Hassani mengatakan dia berharap orang akan ingat bahwa belajar
adalah inti utama tradisi Islam dan cerita tentang al-Firhi
bersaudara akan menginspirasi wanita muslim di mana pun di dunia.
Selama berabad-abad sarjana-sarjana Muslim menuangkan buah
pikiran dan hasil penelitian ke dalam kitab-kitab pengetahuan untuk
kemudian menjadi rujukan ilmu pengetahuan modern. Itu hanya beberapa
yang bisa dituliskan dalam catatan ini, masih banyak cendekiawan muslim
lainnya yang anda dapat cari informasinya di internet yang MENGUBAH
DUNIA DARI HASIL TEMUANNYA. Kini, dunia telah dapat mengambil manfaat
dari pengembangan ilmu yang dirintis oleh para ilmuwan serta sarjana
Muslim. Semoga kita semua dapat terinspirasi dan dapat berusaha menjadi
cendekiawan muslim yang dapat menyumbangkan ilmu-ilmu yg bermanfaat
bagi UMAT MANUSIA DI SELURUH DUNIA. Amiin.
A MUST READ:
http://www.theislamicunion.com/2.html
http://oediku.wordpress.com/2010/04/05/peradaban-islam-obor-pengetahuan/
http://en.wikipedia.org/wiki/Mathematics_in_medieval_Islam
http://kitanulis.blogspot.com/2010/09/sejarah-islam-di-andalusiaspanyol.html
http://mtaufiknt.wordpress.com/2010/03/22/nestapa-dunia-islam-bagaimana-mengakhirinya/
http://blog.re.or.id/orientalisme.htm
http://www.iium.edu.my/istac/lib_manuscript.php
Tidak ada komentar:
Posting Komentar